BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kedokteran nuklir merupakan salah satu cabang ilmu
kedokteran yang dapat dikatakan relatif masih baru jika dibandingkan dengan
disiplin ilmu kedokteran lainnya. Dibidang
kedokteran nuklir informasi gambar yang didapat dari observasi distribusi
radiofarmaka dalam tubuh pasien yang dideteksi dengan menggunakan gamma kamera
yang dihubungkan dengan sistem komputer untuk menganalisa data-data yang
didapat.
Pemanfaatan radiasi di bidang kedokteran memberikan kontribusi yang cukup besar
terhadap paparan radiasi yang diterima oleh manusia. Sekitar 15 % sumber
radiasi yang diterima oleh manusia diperoleh dari aktifitas pemanfaatan radiasi
di bidang kesehatan yang meliputi radiodiagnostik, radioterapi dan kedokteran
nuklir. Asas proteksi radiasi memiliki peranan yang sangat penting untuk
menjamin agar radiasi yang dihasilkan dari kegiatan di bidang kesehatan
memberikan manfaat yang optimal.
B.
Rumusan
masalah
Bagaimana teknik proteksi radiasi dalam
bidang kedokteran nuklir?
C.
Tujuan
Agar pembaca lebih memahami bagaimana
teknik proteksi radiasi dalam bidang kedokteran nuklir
D.
Manfaat
Memberikan informasi kepada pembaca
mengenai teknik proteksi radiasi dalam bidang kedokteran nuklir
BAB
II
ISI
A.
Dasar-Dasar
Kedokteran Nuklir
Kedokteran nuklir didefinisikan sebagai salah satu
cabang ilmu kedokteran yang memanfaatkan energi nuklir (inti atom untuk
keperluan menyelidiki, mendiagnosa dan terapi penyakit).
Untuk keperluan diagnosa, aplikasi teknik nuklir dalam bidang kedokteran
seringkali memanfaatkan radioisotop yang dimasukkan ke dalam tubuh pasien
secara inhalasi melalui saluan pernafasan, melalui mulut maupun injeksi. Kepada
pasien diberikan radiofarmaka yang sesuai dengan jenis pemeriksaan yang
dikehendaki. Berbagai jenis radiofarmaka digunakan untuk mempelajari berbagai
jenis organ. Setelah masuk ke dalam tubuh, radiofarmaka akan menuju ke organ
tertentu. Karena senyawa tersebut dapat memancarkan radiasi gamma, maka
keberadaannya di dalam organ tubuh dapat diketahui dengan pemantau radiasi,
baik kinetik maupun distribusinya.
Pemantau radiasi yang digunakan
dalam pemeriksaan ini berupa kamera gamma yang dapat mendeteksi sinar gamma
dari bagian tubuh pasien yang sedang diperiksa. Kamera gamma merupakan
peralatan kedokteran nuklir yang utama. Alat ini mampu menghasilkan gambar atau
mengukur fungsi dari organ yang sedang dipelajari. Seringkali juga digunakan
kamera gamma yang berputar untuk membuat gambar organ tubuh dalam tiga dimensi.
Penggunaan komputer yang dirangkai dengan kamera gamma ini dapat membantu dalam
interpretasi hasil pemeriksaan. Diagnosa yang menghasilkan gambar ini dikenal
dengan teknik pencitraan (imaging studies).
Gambar citra yang dihasilkan bisa
berupa gambar statik maupun gambar dinamik. Gambar statik memberi informasi
kondisi organ pada suatu saat tertentu saja, sedang gambar dinamik memberikan
informasi berupa perubahan keadaan pada organ atau bagian tubuh selama kurun
waktu tertentu. Studi dinamik mengukur kinerja suatu organ atau sistem tubuh
menurut fungsi waktu. Informasi yang diperoleh dengan teknik pencitraan
tersebut di samping berupa gambar (citra) organ atau bagian tubuh maupun
seluruh tubuh (whole body imaging), juga dapat berupa kurva-kurva atau
angka-angka yang bisa dianalisa lebih lanjut. Dengan menggabungkan hasil
pemeriksaan kedokteran nuklir dan hasil pemeriksaan sinar-X serta pemeriksaan
lainnya, akan diperoleh hasil analisa yang lengkap mengenai kondisi pasien.
Untuk tujuan diagnosa, pemeriksaan secara kedokteran nuklir dapat
dilakukan dengan mudah, murah serta dihasilkan informasi diagnosa yang akurat. Dari diagnosa ini dapat diperoleh informasi tentang
fungsi organ tubuh yang diperiksa serta gambaran anatominya. Hal tersebut
dimungkinkan karena sejumlah kecil radiasi yang dipancarkan oleh radioisotop
sangat mudah dideteksi dengan pemantau radiasi. Jika suatu jenis radioisotop
dimasukkan ke dalam tubuh pasien, maka distribusi, laju distribusi dan
konsentrasi radioisotop tersebut sangat mudah dilacak menggunakan pemantau
radiasi.
Dewasa ini peranan kedokteran nuklir cukup besar dalam
menunjang diagnosis penyakit-penyakit secara cepat, tepat dan seringkali lebih
dini. Hampir semua cabang ilmu kedokteran dapat memanfaatkan peranan kedokteran
nuklir.
Tes diagnostik dengan radioisotop dapat digunakan
untuk mengetahui :
·
Baik tidaknya fungsi organ tubuh.
·
Proses penyerapan berbagai senyawa
tertentu oleh tubuh.
·
Menentukan lokasi dan ukuran tumor dalam
organ tubuh.
Hampir seluruh organ dalam tubuh
manusia dapat didiagnosa dengan teknik nuklir kedokteran, seperti pemeriksaan
otak, limpa, hati, jantung, ginjal, tulang, darah, pembuluh darah, paru-paru,
saluran pencernaan, kelenjar gondok dan lain-lain. Teknik nuklir kedokteran
juga dapat dipakai untuk memeriksa penyebaran penyakit kanker tulang. Hanya
dengan teknik ini penyakit tersebut dapat dideteksi semenjak dini, sedang
teknik lainnya baru bisa mendeteksinya bila penyakit tersebut telah lanjut.
Teknik nuklir kedokteran juga dapat dipakai untuk mengetahui secara dini ada
tidaknya penyakit jantung koroner. Beberapa contoh pemeriksaan kedokteran
nuklir antara lain adalah :
·
Sken (scanning) otak digunakan
untuk memeriksa penyakit-penyakit otak, antara lain infeksi, tumor dan
kelainan vaskuler. Dalam pemeriksaan ini pasien diinjeksi dengan radiofarmaka.
Untuk mempelajari sirkulasi darah diambil gambar dinamik langsung setelah
injeksi.
·
Uji tangkap tiroid dan sken tiroid
digunakan untuk memeriksa fungsi tiroid dan kelainan-kelainan marfologi. Uji
tangkap tiroid dilakukan dengan cara memberikan sejumlah kecil radiofarmaka
kepada pasien secara peroral atau suntikan. Jumlah radiofarmaka yang ditangkap
oleh kelenjar tiroid menunjukkan fungsi kelenjar tersebut.
·
Sken
paru-paru seringkali dipakai untuk mendeteksi adanya gumpalan darah dalam
paru-paru. Proses pemeriksaan dilakukan dengan menginjeksikan partikel
radiofarmaka yang akan terbawa aliran darah ke paru-paru. Pengambilan gambar
dilakukan dengan kamera gamma. Pemeriksaan dengan kedokteran nuklir ini
seringkali dikombinasikan dengan pemeriksaan menggunakan gas raioaktif yang
dilakukan sehari sesudah atau sebelum sken dan disertai pula dengan pemeriksaan
sinar-X.
·
Sken
jantung digunakan untuk studi penyakit jantung koroner dan mengevaluasi fungsi
jantung atau menentukan adanya serangan jantung yang baru saja terjadi.
·
Teknik
nuklir dapat pula dipakai untuk sken hati, limpa, sistim empedu, ginjal dan
tulang untuk mengetahui penyakit yang ada pada organ-organ tersebut.
Berbeda dengan
pencitraan dengan pesawat CT-Scan, USG, maupun MRI yang sifatnya morfologik
karena lebih didasarkan pada perubahan atau perbedaan karakter fisik anatomik
yang menimbulkan perubahan atau perbedaan transmisi radiasi atau gelombang
ultrasonik ataupun radiofrekwensi yang melalui organ bagian tubuh yang
diperiksa, maka pencitraan kedokteran nuklir dengan kamera gamma atau kamera
PET (positron emission tomography) bersifat fungsional karena didasarkan pada
perubahan biokimiawi-fisiologik yang menimbulkan pola emisi radiasi yang
mencerminkan fungsi organ atau bagian tubuh yang diperiksa.
Kedokteran nuklir dasarnya adalah
prinsip perunut untuk mempelajari perubahan fisiologi dan biokimia pada tingkat
seluler bahkan molekuler dan dengan demikian ilmu kedokteran nuklir banyak
bersinggungan dengan ilmu kedokteran molekuler.
Dibidang
kedokteran nuklir informasi gambar yang didapat dari observasi distribusi
radiofarmaka dalam tubuh pasien yang dideteksi dengan menggunakan gamma kamera
yang dihubungkan dengan sistem komputer untuk menganalisa data-data yang
didapat.
1. Radiofarmaka
Radiofarmaka adalah senyawa aktif yang diberikan ke pasien peroral maupun
parental untuk tujuan diagnostik maupun terapi, merupakan sumber terbuka dan
ikut metabolisme dalam tubuh. Suatu radiofarmaka berupa isotop radioaktif
misalnya Tl-201 atau berupa senyawa yang dilabel dengan pembawa materi contoh
I-131 Hipuran, Tc-99m DTPA.
2. Radionuklida
Radionuklida yang digunakan di kedokteran nuklir adalah hasil produksi dari
reaktor nuklir seperti I-131, Cr-51 dan cyclotron seperti Tl-201, In-123 namun
harganya jauh lebih mahal dibanding dengan reaktor nuklir atau melalui
generator dengan mengilusi isotop induk. Contoh yang paling dikenal dari
radionuklida yang berasal dari generator adalah Tc-99m yang diilusi dari isotop
induk Mo-99 yang pemakainnya paling banyak di kedokteran nuklir.
Penggunaan radionuklida di kedokteran nuklir harus dibedakan antara pemakaian
untuk keperluan terapi dan diagnostik. Untuk penggunaan terapi diperlukan
radionuklida yang massa paruhnya panjang dan memancarkan radiasi sinar beta
yang mempunyai efek biologis tinggi. Radionuklida yang mempunyai beban radiasi
kecil terhadap pasien dan memiliki energi yang ideal untuk pemeriksaan dengan
gamma kamera. Kriteria yang ideal dimiliki oleh suatu radionuklida untuk
keperluan diagnostik adalah :
- Waktu paruh : pendek tetapi tidak lebih pendek dari waktu pemeriksaan
- Radiasi : memancarkan gamma
- Energi : 50 – 400 keV
- Sifat kimia : tidak toxis dan tidak merubah sifat biologis dari farmaka yang dilabel
- Ekonomis : murah dan dapat diproduksi dalam jumlah banyak
3. Zat Pembawa
Untuk
membawa aktifitas ke organ yang akan diperiksa diperlukan senyawa yang
mempunyai spesitas terhadap organ tersebut yang biasanya disebut zat pembawa.
Zat pembawa adalah unsur / zat yang dapat mengikat radionuklida dan membawa ke
organ yang akan diperiksa dan dimetabolisir oleh organ tersebut.
Kemajuan
dalam bidang bioteknologi sangat membantu dalam perkembangan kedokteran nuklir
baik dalam jumlah dan produksi dan jenis zat pembawa tetapi juga teknik-teknik
labeling senyawa tersebut berkembang pesat. Sebagaimana radionuklida zat pembawa
ini juga harus mempunyai kriteria sebagai unsur dari radiofarmaka, yaitu :
- Mudah dilabel dengan radionuklida serta mudah preparasinya tanpa merubah sifat biologisnya terutama biodistribusi dalam tubuh.
- Harus terakumulasi atau teralokasi sebagian besar di organ yang akan diperiksa.
- Harus bisa dieliminasi dari tubuh dengan waktu paruh yang sesuai dengan lamanya pemeriksaan.
B.
Proteksi
Radiasi
Proteksi
radiasi seharusnya diberikan kepada pekerja radiasi (radiografer) dan
orang-orang yang terkait pada saat pemeriksaan (keluarga pasien dan petugas
lain dilingkungan kedokteran nuklir).
1. Proteksi
radiasi bagi radiografer dilakukan dengan :
o Hot lab yang
terperisai dengan baik pada saat elusi radionuklida
o Memakai sarung
tangan Pb pada saat melakukan elusi, pencampuran dengan zat pembawa,
penyuntikan radiofarmaka ke pasien dan selama pemeriksaan.
o Tidak berada
terlalu lama di ruangan pemeriksaan dan jika diperlukan radiografer menggunakan
apron.
- Proteksi radiasi bagi keluarga pasien dan petugas lain dilingkungan kedokteran nuklir dilakukan dengan :
o Hot lab dan
ruang pemeriksaan yang terperisai dengan baik.
o Tidak
diperkenankan berada di dalam ruang pemeriksaan selama proses pemeriksaan berlangsung.
o Isolasi pasien
yang sudah disuntik radiofarmaka.
Di Departemen kedokteran nuklir RSCM proteksi hanya berupa penempatan generator
dan hot lab yang dikelilingi oleh balok-balok Pb dan ruang pemeriksaan yang
terperisai. Pada saat melakukan elusi, pencampuran dengan zat pembawa,
penyuntikan radiofarmaka dan selama pemeriksaan radiografer tidak menggunakan
sarung tangan Pb, apron dan lama berada di rungan pemeriksaan pada saat pemeriksaan
berlangsung. Pasien yang sudah disuntik radiofarmaka juga tidak diisolasi
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keodokteran
Nuklir merupakan cabang ilmu kedokteran yang masih diperlukan untuk pemeriksaan
baik diagnosa maupun terapi dan untuk tujuan penelitian, menggunakan sumber
radiasi terbuka dari proses desintegrasi/peluruhan inti radionuklida.
Radiofarmaka
dapat dimanfaatkan secara luas untuk mempelajari organ dan sistem metabolisme.
Persiapan dan perhitungan dosis perlu diperhatikan karena sifat radioisotop yang meluruh
Persiapan dan perhitungan dosis perlu diperhatikan karena sifat radioisotop yang meluruh
B.
Saran
Lebih memperhatikan
aspek proteksi radiasi bagi petugas, pasien dan keluarga pasien, dengan cara
melakukan pengukuran radiasi setiap hari.
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.babehedi.com/search/label/TEKNIK%20PEMERIKSAAN%20KEDOKTERAN%20NUKLIR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar